Saturday, October 16, 2010

TERSESAT

"Yaaaaah....ujan deh!" aku mengeluh keras-keras, berusaha mengalahkan deru angin di sekitarku.
"Qta berteduh aja dulu deh ya!" seru Nata dari balik helm full face nya.

Aku, dengan bodohnya, cuma mengangguk-angguk. Padahal jelas-jelas Nata yang sedang berkonsentrasi pada jalanan tak akan bisa melihat anggukanku. Tapi tak lama kemudian ia menepikan motornya di area parkir sebuah rumah makan kecil di pinggiran kota Bandung.

Hampir setengah jam kemudian, hujan deras belum kunjung mereda dan kami berdua belum bisa melanjutkan perjalanan. Nata melihat gelagatku yang mulai gelisah, lalu mempererat genggamannya di tangan kananku.

"Laper ya? Dingin?" kata Nata. Aku menggeleng sebagai jawaban.
"Hmmmm...gurame bakar, pepes tahu, nasi anget, sambel, teh manis...nyaaammm...nyaaamm!" lanjut Nata.
"Kamu laper? yaudah kalo laper, makan aja sana gih! Aku ngga deh...." balasku
"Yakin? Ujannya bakalan lama banget kayaknya nih!"
Aku sedang kesal, dan sering terasa seperti ini jiga sedang bersama Nata. "Iya" jawabku pendek.

Nata pun melenggang masuk ke dalam rumah makan tempat kami berteduh, lalu memesan menu favoritnya. Sementara aku hanya memesan segelas es susu soda. Untung pesanan datang tak lama kemudian, karena Nata sepertinya udah lapar berat. Setelah sekali lagi menawarkan makanannya padaku, dan sekali lagi juga aku tolak. Nata makan dengan lahap, nikmat sekali kelihatannya.

Restoran kecil itu tidak menyediakan meja dan kursi sebagaimana lazimnya sebuah rumah makan. Ada lima bale-bale disana. Aku suka sekali konsep rumah makan lesehan seperti ini. Membuatku merasa dirumah, lebih rileks, dan nyaman. Mungkin memang itulah nilai lebih yang ingin mereka tawarkan. Yang lebih oke lagi, mereka tidak menempatkan bale-bale ini di dalam ruangan tertutup, tapi di tempat terbuka. Udaraya segar, aku bisa mendengar kecipak ikan mas dan gurame di kolam d bawahku, rintik-rintik hujan bisa kulihat langsung di sekelilingku. Nata sengaja memilih bale-bale yang paling ujung, sehingga kami punya view penuh ke kolam ikan yang luas di belakang restoran ini.

Selalu, hujan membuatku sendu dan memikirkan banyak hal. Aku tak pernah banyak bicara, dan cuma Nata yang tahan lama-lama menghadapi diam-ku tanpa banyak bicara, dan memaksaku untuk bicara. Setengah jam berikutnya, yang kulakukan cuma memandangi ikan-ikan berseliweran di bawahku, sesekali menengadah memandangi hujan.

"Sini Lyn, sebelah aku duduknya.."
Akupun beringsut mendekati Nata. Ia sudah mengambil posisi berbaring, siap tidur. Diraihnya tangan kananku, di genggamnya erat, lalu ia berkata pelan,
"Aku mau tidur bentar, ngantuk banget nih! Kamu jangan kemana-mana ya, ntar di culik.." Aku tertawa mendengar alasan konyolnya. Beberapa detik kemudian Nata sudah terlelap.

Kupandangi wajah halus hitam manis yang menemaniku satu tahun terakhir. Hhhh...Nata, it's been a year, and i still don't have any heart for you. I'm lost my self. 1 tahun aku ngga tau apa yang aku mau. Aku kehilangan diriku sendiri, aku hilang arah, dan lagi ngaco-ngaco gini malah Nata yang setia nemenin aku. Disaat yang lain pergi, lelah menghadapi murung ku yang tak berkesudahan, Nata tetap ada. Aku bahkan ngga tau apa yang aku cari.

____Satu Tahun Yang Lalu_____
Alena pergi.
"Maaf Lyn, kita ini salah! Ngga seharusnya kita begini. This is totally wrong, we screwd up!!"
"Tapi Al, kan lo sendiri yang dulu bilang, kita ngga akan peduli apa kata orang lain..."
"Lyn, kita ini hidup dan besar di Indonesia, tempat dimana yang kayak kita ini di caci, ngga"normal". Kita ngga hidup di negaranya T.A.T.U"
"Yampun Al, lo darimana belajar ngomong-ngomong gitu siiihh?? Biasanya juga kita ngga peduli ama gitu-gituan kan?"
"Lyn, we have to start this over! I have to..."
"But..."
"Lyn, i've made my decision"
"What d'you mean? We've been so clicked together all these years Al! Rahasia kita aman Al, ngga ada yang tau! Buat mereka semua, kita tetep sahabatan!"
"Ini bukan tentang pandangan orang lain Lyn, ini tentang nuranu gue...."
"Damn you Alena....! Apa-apaan sih? Lo mau ninggalin gue???"
"Gue...gue...gue...gue jatuh cinta Lyn.."
"So do i, Alena. It's you. I'm crazy over you..."
"....dan dia laki-laki"
Aku terhenyak. Diam, tak bisa berkata apa-apa.
"Gue jatuh cinta sama kesahajaannya, hidup, dan cara dia menjalaninya..."
She's going straight, and left me all alone.

"Nat....Nata...udah reda nih ujannya! Mau pulang sekarang ngga??"
"Hah?!" Nata bangun, celingukan rambutnya acak-acakan. Ck...Nata...Nata...bisa-bisanya tidur nyenyak di tempat umum, dingin-dingin gini. "Hoaaaaaaaammmm....udah reda?? ayo deh!"

Udara dingin menusuk selepas hujan deras tadi.
"Nat, tadi sebelom tidur , kamu bilang kamu takut aku diculik. Itu beneran? Sebenernya alesan kamu megangin tangan aku selama kamu tidur itu apa?"
Aku bisa mendengar Nata terbahak keras.
"Kok ketawa sih? Aku serius nanya nih Nat! Tanganku ampe kesemutan tadi! Alesan kamu itu apa??"
Dalam gelak tawanya, aku sayup-sayup mendengar Nata berkata, "Emang ada alasan lain yang lebih bagus selain takut kehilangan kamu Lyn?"

1 tahun Nata, dan tak sekalipun kamu lelah. Mungkin inilah hidup yang Alena cintai dari lelaki itu. Lelaki yang membuat Alena meninggalkan aku.

"Nata, aku ngga mau tersesat lagi. Sejujurnya, aku suka cara kamu mencintai aku, semangatmu, dan caramu berkenalan dengan hidup. Nata, jangan pernah menyerah menemaniku. Jangan pernah lelah mengajariku untuk mencintai kamu....lawan jenisku"

Aku berkata pelan dari balik bahu Nata. Entah Nata bisa mendengar atau tidak. Tapi semoga peluk eratku di pinggangnya cukup untuk menunjukkan itu semua.


8 Oktober 2010,

Delena Gadis

HENING

Malam, aku, hening, dan sebatang rokok. Temanku saat dipeluk gundah, ketika gulana mendekap erat. Satu lagu itu yang kamu berikan entah sudah berapa kali ku putar ulang. Satu lagu yang menggenapi kesendirianku, mengisi ketidakhadiranmu.

Sudah biasa, kamu tak pernah ada. Tapi tak pernah ku terbiasa dengan ketiadaanmu. Kenapa ya?
shhh....Kutarik napas panjang, kuhisap sebatang racun di tanganku dalam-dalam. Berusaha menyimpan aroma keberadaanmu beberapa bulan lalu di rongga paru-paruku. Seperti racun ini akan mengendap selamanya disana. Sesaat kamu hadir, itulah napasku selama 6 bulan terakhir.
Fuuuuuhhh....kuhembuskan pelan-pelan, kuperhatikan asap nya memudar, menghilang. Berharap kamu juga bisa semudah dan secepat itu pergi dari kepalaku.

"Jangan ngerokok lagi ya..." katamu sore itu. 
Sore terakhir kamu disini, 6 bulan yang lalu. 6 bulan sayang, aku menunggu, aku turuti maumu, menjadi perempuan yang kamu bilang pantas. 
"Perempuan baik-baik ngga ngerokok" katamu lagi sebelum pergi. 

6 bulan aku dalam keheningan. Adakah kamu disini? Tidak. Adakah kamu menggantikan satu-satu nya pelipur laraku? Tidak. Jangan tanya kenapa kamu yang cuma 3 hari ada di hidupku bisa jadi sumber segala harap. Aku ngga ngerti. Sama tidak mengertinya kenapa batangan racun ini bisa menenangkan aku. Bisa jadi teman baik dalam hening.

Aku sudah hafal mati lirik lagu yang kamu berikan sore itu. Sama seperti aku hafal mati suaramu, gelak tawamu, ekspresimu, semuamu. 6 bulan sayang, aroma tubuh kamu selama 3 hari itu mengendap di penciumanku. Demi Tuhan, jangan tanya kenapa bisa begini. Kenapa 3 hari bisa membuatku jatuh sedalam ini. Aku juga ngga tau. Yang aku ingat, 3 hari itu aku ngga berhenti tersenyum, gelak tawa ceriaku mengoyak hening yang biasanya menggelantung. 3 hari itu aku merasa bebas, lepas, tenang, tanpa beban. Tau bahwa kamu ada. Tau bahwa aku punya sandaran hidup yang bisa di andalkan.
Tapi cuma 3 hari
1 pesan..."Jangan ngerokok lagi ya.."
1 kecupan di kening
1 lagu untuk di kenang
1 janji..."aku pasti datang lagi"
Dan kamu pun pergi

6 bulan sayang, aku menunggu. Bahkan namamu pun aku ngga tau. 
"Kita akan saling tau nama masing-masing, nanti...kalau sudah waktunya" katamu waktu kita berkenalan. Lalu 3 hari kita habiskan bersama tanpa tau nama masing-masing.
Kemana aku harus mencari? Aku cuma bisa menunggu.

Sore ini aku menyerah sayang, maaf. Ini batang pertama setelah aku yakin kamu tidak nyata. Setelah aku percaya ini sia-sia. Tak pernah ku duga kamu datang tiba-tiba. Ketika terdengar ketukan dipintu, aku yakin itu bukan kamu. Maka aku buka pintu kamarku, dengan sehelai kaus belel, superbesar celana superpendek, dan sebatang rokok di antara jari-jari ku. 

Belum sempat aku merasakan jejakmu lagi.
"Aku kan udah bilang jangan ngerokok lagi, bahkan untuk 1 pesan pun kamu ngga bisa nurut. Bahkan untuk 6 bulan pun kamu ngga bisa bersabar..."

1 kalimat
1 ekspresi baru...kemarahan
dan kamu pergi LAGI.

Malam, aku, hening, dan sebatang rokok. Bahkan aku ngga sempat menyadari kamu sudah ganti parfum. Tidakkah kamu ingin tau namaku?

Hei...siapa kamu?
Namaku Fana..

4 Oktober 2010,

Delena Gadis